Monday, December 28, 2009

MENGAPA PERANAN GURU BEGITU PENTING?

          “The power to change education—for better of worse—is and always has been in the hands of teachers” (Hargreaves & Fullan, 2003). Di dalam proses pembelajaran ingin dicapai suatu pertemuan antara konsepsi yang terkandung dalam tujuan pembelajaran dan konsepsi siswa. Di antara dua kutub tujuan belajar itu terdapat figur sentral, yaitu guru yang mengendalikan implementasi kurikulum. Oleh karena itu, secara psikologis, pikiran, perencanaan, dan keputusan yang dibuat oleh guru merupakan bagian penting dalam konteks pembelajaran (Clark & Peterson, 1986). Kekuatan perubahan melalui pendidikan ada di tangan guru. Dalam konteks ini kurikulum diinterpretasikan dan dilaksanakan oleh guru, di mana guru mengajar dan siswa belajar. Tingkah laku guru secara substansial dipengaruhi dan ditentukan oleh proses berpikir guru (Shulman, 1986). Hal-hal itulah yang menjadi asumsi fundamental dalam pengembangan profesionalitas guru dan penilaian kinerja guru. Hubungan antara domain berpikir guru dan tindakan guru itu pula yang melatar-belakangi kajian-kajian mengenai hubungan antara cara berpikir guru dan karakteristik pembelajaran. Fokus utama kajian-kajian pada kawasan ini menekankan pada beberapa aspek berpikir guru, seperti misalnya perencanaan, pengambilan keputusan, judgment, teori-teori yang secara implisit melatarbelakangi tindakannya, dan harapan-harapannya.

        Perkembangan psikologi kognitif telah memberikan kontribusi terhadap wawasan baru mengenai hakekat belajar dan mengajar. Pembelajaran yang baik adalah merefleksikan tentang bagaimana belajar terjadi. Seperti dikatakan Marzano (1992) bahwa jantung persoalan restrukturisasi pendidikan adalah hubungan antara proses pembelajaran dan proses belajar. Hal ini menuntut guru memiliki model konseptual yang menghubungkan antara konsepsi siswa dan konsepsi ilmuwan mengenai hakikat ilmu yang dipelajari. Guru sebagai pengendali, menjembatani pertemuan antara konsepsi ilmiah (yang datang dari ilmuwan, terkandung dalam kurikulum) dengan konsepsi siswa yang acapkali bersumber dari intuisi dan acapkali naif (Connor, 1990; Rowe & Holland, 1990). Agar pengajaran efektif, maka apa yang dikonsepsikan dan diaktualisasikan guru di dalam pembelajaran harus sejalan dengan konsepsi siswa mengenai hakekat bahan yang dipelajari, sehingga pemahaman guru mengenai konsepsi siswa juga menjadi bagian penting dari tindakan mengajar guru. Oleh karena itu, meskipun guru bukan satu-satunya sumber belajar, tetapi sebagai figur yang mengendalikan kurikulum dan pengalaman belajar siswa, tak dapat dipungkiri bahwa peranan guru sangat penting dalam proses pembelajaran di sekolah.

         Perbedaan konsepsi guru tentang belajar dan pembelajaran akan membedakan keputusan dan aktivitas guru, yang selanjutnya, akan membedakan pula proses belajar (pengalaman belajar) dan hasil belajar siswa. Konsepsi guru tidak hanya berpengaruh terhadap strategi atau pendekatan dalam mengajar, tetapi juga jenis-jenis informasi yang disajikan untuk siswa. Konsepsi-konsepsi guru tersebut didefinisikan sebagai pandangan guru tentang: apa yang akan dipelajari siswa, bagaimana belajar terjadi, dan peran guru dalam proses pembelajaran (Smith, 1990). 

         Kegagalan belajar yang dicerminkan oleh rendahnya prestasi belajar anak-anak di Indonesia, terutama dalam bidang studi matematika dan sains, diduga tidak hanya disebabkan oleh faktor individual siswa, seperti konsepsi naif, tetapi juga oleh perbedaan konsepsi guru tentang mengajar dan belajar, bahkan kesalahan konsepsi (misconceptions) guru atau konsepsi yang naif (naive conceptions) tentang ilmu pengetahuan. Konsepsi guru juga akan menentukan strategi kognitif yang seringkali diajarkan kepada siswa-siswanya.

        Singkat kata, seperti dikatakan oleh Andy Hargreaves and Michael Fullan (2003), apa yang dipikirkan guru, apa yang diyakini guru, dan apa yang dilakukan guru di dalam kelas itulah yang menciptakan jenis pengalaman belajar macam apa bagi peserta didiknya. Secara individual, guru memiliki kekuatan untuk melakukan perubahan yang konstruktif atau sebaliknya menghancurkan usaha-usaha reformatif pendidikan.